TIPE - TIPE KONSELING DAN PSIKOTERAPI

Assalamu'alakum semuanya, selamat datang di Blog Jembatan Ilmu Psikologi. Saya Dwi Nur Rahma dari Fakultas Psikologi Untag Surabaya. Artikel ini dibuat sebagai salah satu pemenuhan tugas mata kuliah Konseling dan Psikoterapi. Dalam artikel ini, membahas tentang "Tipe - Tipe Konseling & Psikoterapi". Simak yuk ulasan berikut :)


A.    TIPE – TIPE KONSELING

1.      KONSELING INDIVIDU

Konseling individu adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada semua individu yang sedang mengalami suatu masalah (konseli / klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapinya. Konseling individual merupakan suatu layanan bimbigan dan konseling yang memungkinkan konseli mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan pembimbing dalam rangka pembahasan pengentasan masalah pribadi yang diderita konseli.

 Konseling individual adalah kunci semua kegiatan bimbingan dan konseling. Karena jika menguasai teknik konseling individual berarti akan mudah menjalankan proses konseling yang lain. Proses konseling individu berpengaruh besar terhadap peningkatan klien karena pada konseling individu konselor berusaha meningkatkan sikap siswa dengan cara berinteraksi selama jangka waktu tertentu dengan cara beratatap muka secara langsung untuk menghasilkan peningkatan - peningkatan pada diri klien, baik cara berpikir, berperasaan, sikap, dan perilaku.

1)      Tujuan Konseling Individu

Tujuan umum konseling individu adalah (1) membantu klien menstrukturkan kembali masalahnya dan menyadari life style (2) serta mengurangi penilaian negative terhadap dirinya sendiri serta perasaan – perasaan inferioritasnya. (3) Kemudian membantu dalam mengoreksi presepsinya terhadap lingkungan, agar klien bisa mengarahkan tingkah laku serta mengembangkan kembali minat sosialnya.

Lebih lanjut Prayitno (2005) mengemukakan tujuan khusus konseling indivdiu dalam 5 hal. Yakni :

a.       Fungsi Pemahaman

Pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak - pihak lain yang membantu klien, termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri klien.

b.      Fungsi Pengentasan

Klien yang mengalami maslaah akan datang pada konselor dengan tujuan untuk dientaskan masalah yang tidak mengenakkan dari dirinya. Dari sinilah fungsi pengentasan atau perbaikan itu berperan yaitu fungsi konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya bebagai permasalahan yang dialam klien.

c.       Fungsi Pengembangan

Fungsi ini berarti bahwa layanan konseling yang diberIkan dapat membantu para klien dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantab, terarah dan berkelanjutan. Dengan demikian klien dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan

d.      Fungsi Pencegahan

Layanan konseling dapat berfungsi pencegahan artinya merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para klien agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya.

e.       Fungsi Advokasi 

Fungsi advokasi dalam konseling berupaya memberikan bantuan oleh konselor terhadap klien agar hak – hak keberadaan, kehidupan dan perkembangannya kembali memperoleh hak – hak yang selama ini dirampas, dihalangi, dihambat dan dibatasi.

2)      Proses Layanan Konseling Individu

Menurut Brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang telah berlangsung dan memberi makna bagi peserta konseling tersebut yakni konselor dan klien. Secara umum proses konseling individu dibagi atas 3 tahapan :

a.       Tahap Awal Konseling

Tahap ini terjadi sejak klien menemui konsleor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dank lien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepeduliam atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal sebagai berikut :

          • Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien. Hubungan konseling bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan konselor. Hubungan tersebut dinamakan a working realitionship, yakni hubungan yang berfungsi, bermakna,dan berguna. Keberhasilan proses konseling individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada tahap awal ini. Kunci keberhasilan terletak pada : (pertama) keterbukaan konselor. (kedua) keterbukaan klien, artinya dia dengan jujur mengungkapkan isi hati, perasaan, harapan, dan sebagainya. Namun, keterbukaan ditentukan oleh faktor konselor yakni dapat dipercayai klien karena dia tidak berpura-pura, akan tetapi jujur, asli, mengerti, dan menghargai. (ketiga) konselor mampu melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Karena dengan demikian, maka proses konseling individu akan lancar dan segera dapat mencapai tujuan konseling individu
          • Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik dimana klien telah melibatkan diri, berarti kerjasama antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu, kepedulian, atau masalah yang ada pada klien. Jika klien tidak memahami potensi apa yang dimiliknya, disinilah tugas konselor untuk membantu mengembangkan potensi, memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan masalahnya bersama-sama
          • Membuat penafsiran dan penjajakan. Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan mengembangkan isu atau masalah dan merancang bantuan yang mungkun dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternative yang sesuai bagi antisipasi masalah
          • Menegosiasikan kontrak. Kontrak artinya perjanjian antara konselor dank lien. Hal itu berisi : (1) kontrak waktu, artinya berapa lama diinginkan waktu pertemuan oleh klien dan apakah konselor tidak keberatan. (2) Kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya, dan klien apa pula. (3) kontrak kerjasama dalam proses konseling. Kontrak menggariskan kegiatan konseling, termasuk kegiatan klien dan konselor. Artinya mengandung makna bahwa konseling adalah urusan yang saling ditunjak, dan bukan pekerjaan konselor sebagai ahli.

b.      Tahap Pertengahan (tahap kerja)

Berangkat dari definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan pada : (1) penjelajahan masalah klien; (2) bantuan apa yang akan diberikan berdasarkan penilaian kembali apa-apa yang telah dijelajah tentang msalah klien. Adapun tujuan-tujuan dari tahap pertengahan ini yaitu :

          • Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu dan kepedulian klien lebih jauh
          • Dengan penjelajan ini, konselor berusaha agar kliennya mempunyai perspekif dan alternative baru terhadap masalahnya. Konselor mengadakan reassesment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien, artinya masalah itu dinilai bersama-sama. Jike klien bersemangat, berarti dia sudah begitu terlibat dan terbuka
          • Menjaga agar hubugan konseling selalu terpelihara
          • Hal ini bisa terjadi jika : pertama, klien merasa senang terlibat dalam pembicaran atau wawancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan memecahkan masalahnya. Kedua, konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberikan bantuan
          • Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak
          • Kontrak dinegosiasikan agar benar – benar memperlancar proses konseling. Pada tahap perrtengahankonseling ada lagi beberapa strategi yang perlu digunakan konselor yaitu : pertama, mengkomunikasikan nilai – nilai inti yaki agar klien selalu jujur dan terbuka, dan mengali lebih dalam masalahnya. Karena konsidi sudah amat kondusif, maka klien sudah merasa aman, dekat dan terundnag untuk memecahkan masalahnya. Kedua, menantang klien sehingga dia mempunyai strategi baru dan rencana baru melalui pilihan dari beberapa alternative untuk meningkatkan dirinya.

c.     Tahap Akhir Konseling (tahap tindakan)

Tujuan – tujuan tahap akhir adalah sebagai berikut :

          • Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang memadai
          • Klien dapat melakukan keputusan tersebut karena sejak awal dia sudah menciptakan berbagai alternative dan mendiskusikannya dengan konselor. Pertimbangan keputusan itu tentunya berdasarkan kondisi objektif yang ada pada diri dan di luar diri. Saat ini dia sudah berpikir realistik dan dia tahu keputusan yang mungkin dapat dilaksanakan sesuai tujuan utama yang ia inginkan
          • Terjadinya transfer of learning pada diri klien
          • Klien belajar dari proses konseling mengenai perilakunya dan hal – hal yang membuatnya terbuka untuk mengubah perilakunya diluar proses konseling. Artinya, klien emengambil makna dari hubungan konseling untuk kebutuhan suatu perubahan
          • Melaksanakan perubahan perilaku 
          • Pada akhir konseling, klien sadar akan perubahan sikap dan perilakunya. Sebab ia datang meminta bantuan adalah atas kesadaran akan perlunya perubahan pada dirinya
          • Mengakhiri hubungan konseling
          • Mengakhiri konseling harus atas persetujuan klien, sebelum ditutup ada beberapa tugas klien yaitu : pertama, membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses konseling; kedua, mengevaluasi jalanya proses konseling; ketiga, membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

 

2.      KONSELING KELOMPOK

Konseling kelompok menjadi salah satu alternative layanan yang dapat dilaksanakan oleh konselor guna menyelesaikan berbagai permasalahan konseli melalui seting kelompok secara efektif dan efisien. Menurut alatipun (2011: 151) bahwa konseling kelompok merupakan kelompok terapeutik guna membantu konseli dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Konselor berperan sebagai pempimpin kelompok, yang dilakukan oleh konselor kepada sejumlah individu yang sedang mengalami permasalahan dalam hidupnya, dengan memperhatikan perbedaan karakteristik dari anggota kelompok dan permasalahan yang dialaminya, melalui dinamika kelompok yang dipimpin oleh konselor yang menangani permasalahan konseli terkait permasalahan yang ada di rumah, di sekolah maupun dengan teman - temannya.

Konseling kelompok memiliki fokus untuk membantu menjaga perkembangan dan pertumbuhan konseli baik secara fisik maupun psikis. Menurut Corey (2012:28) kelompok konseling berfokus untuk mencegah atau memperbaiki terkait bidang pribadi, sosial, belajar dan karir. Konseling kelompok lebih menekankan pada komunikasi interpersonal yang terkait dengan pikiran, perasaan, dan perilaku terutama pada masa saat ini dan sekarang. Konseling kelompok lebih berorientasi pada masalah, dan anggota kelompok yang akan menentukan sendiri mengenai isi dan tujuan kelompok.

Berdasarkan pendapat tersebut konseling kelompok merupakan pengetasan permasalahan melalui dinamika kelompok yang memberikan kesempatan pada individu untuk aktif di dalam kelompok dan mengembangkan rasa empatinya dengan orang lain, dalam hal ini dimana konselor bertindak sebagai pemimpin kelompok dan individu yang berbeda di dalam kelompok bertindak sebagai anggota.


1)      Tujuan Konseling Kelompok

Menurut Latipun (2011:152) menerangkan bahwa tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi 2 yaitu :

a.       Tujuan Teoritis

Tujuan umum dalam konseling kelompok yang dapat diperoleh selama sesi konseling kelompok.

b.      Tujuan operasional

Pengharapan – pengharapan pada diri konseli selama proses konseling kelompok dan permasalahan yang sedang dialami konseli

Pada dasarnya tujuan dilaksanakannya konseling kelompok adalah untuk memberikan kepada individu berupa pengalaman kelompok yang membantu individu untuk belajar, membantu individu membangun hubungan yang positif, peningkatan kepercayaan diri, tanggung jawab terhadap diri sendiri dan dapat membuat rencana untuk dapat mengbuah perilaku tertentu. Tujuan kelompok bisa lebih dari 1 , artinya setiap sesi memiliki tujuan yang berbeda dan tujuannya pun bisa diubah – ubah sesuai dengan keinginan kelompok. Biasanya terdiri dari beberapa sesi, jika hanya ada 1 sesi makan tujuan harus dibuat dengan seefektif mungkin.

2)      Struktur dalam Konseling Kelompok

Dalam konseling kelompok ada yang namanya anggota kelompok dan leader. Anggota kelompok adalah yang memiliki masalah tertentu sedangkan leader adalah seseorang yang ahli dalam menyelesaikan masalah. Anggota kelompok berasal dari individu yang memiliki permasalahan yang sama, terbentuknya kelompok dapat berdasarkan kesadaran diri sendiri atau dimasukkan dalam kelompok. Namun, individu sukar masuk kelompok jika individu tersebut memiliki mood yang tidak stabil, dominan, memiliki misi tertentu dan tidak menyukai kelompok.

Dalam fase konseling kelompok jumlah anggota di dalam konseling kelompok merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan. Menurut Latipun (2011 : 152) dalam forum konseling kelompok berjumlah anggota sekitar 4 – 8 orang dan mereka mencoba mencari pemecahan masalah secara bersama – sama melalaui hubungan positif. Sedangkan menurut Corey (2012 : 75) jumlah anggota untuk suatu kelompok tergantung pada faktor-faktor usia konseli, jenis kelompok, pengalaman konselor, serta jenis masalah yang dieksplorasi. Untuk kelompok yang dengan anggota orang dewasa, idealnya berjumlah delapan anggota dengan satu pemimpin. Kelompok yang beranggota anak-anak mungkin sekitar tiga atau empat.

Sebenarnya jumlah anggota tergantung dari tujuan  masing – masing kelompok dan lamanya waktu dalam 1 sesi serta kondisi setting dan pengalaman leader. Akan tetapi memang idealnya anggota dalam konseling kelompok adalah 5 – 8 anggota. Lama sesi idealnya 1 – 2 jam untuk kelompok anak – anak idealnya 30 – 45 menit. Sikap leader yang cocok untuk menjadi pemimpin dalam konseling kelompok :

a.    Keterlibatan emosi leader sangat mempengaruhi jalannya konseling. Leader dapat merasakan apa yang sedang dialami atau dirasakan oleh anggotanya. Mampu berempati terhadap apa yang sedang dialami dan dirasakan oleh anggotanya.

b.   Harus memiliki ciri – ciri  seperti : kepedulian, keterbukaan, fleksibilitas, kehangatan, objektivitas, dapat dipercaya, kejujuran, kekuatan, kesabaran dan kepekaan.

c.  Memiliki karakterisitik kepemimpinan seperti : kenyamanan dengan diri sendiri dan orang lain, menyukai orang lain, kenyamanan dalam posisi otoritas, kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk memimpin, kemampuan untuk menyesuaikan dengan perasaa, reaksi, suasana hati dan kata – kata orang lain.

 

3)      Tahap Konseling Kelompok

Agar sesi konseling berjalan efektif maka diperlukan adanya tahapan – tahapan secara sistematis. Adapun tahapan – tahapan konseling menurut Jacobs (2012 : 35) adalah sebagai berikut :

a.      Tahap Awal (beginning stage)

Tahap awal mengacu pada periode waktu yang digunakan untuk perkenalan dan diskusi topic seperti tujuan bersama dalam kelompok, apa yang diharapkan, peraturan kelompok, tingkat kenyamanan, dan misi kelompok. Pada tahap ini, anggota memeriksa anggota lain dan tingkat kenyamanan mereka sendiri dengan berbagi dalam kelompok.

      Pada tahap awal mungkin perlu menjalani beberapa sesi atau bahkan lebih lama karena anggotanya pada awalnya sangat tidak nyaman dan canggung saat berbagi di depan orang lain. Umumnya sesi yang digunakan maksimalnya 2 sesi. Peran leader disini adalah memberikan kenyamanan agar kepercayaan anggota segera terbentuk.

b.      Tahap Kerja (working stage)

Tahap kerja adalah tahap kelompok saat para anggota focus pada tujuan. Para anggota mempelajari materi baru, membahas secara menyeluruh berbagai topik, menyelesaikan tugas atau terlibat dalam berbagai pribadi dan pekerjaan terapeutik. Tahap ini sebagai inti dari proses kelompok karena anggota belajar hal baru dari mendengar dan berusaha untuk memahami dan mendiskusikannya.

      Selama tahap ini, dinamika kelompok terbentuk karena sesuatu yang berbeda dapat terjadi sebab para anggota berinteraksi dalam beberapa cara yang berbeda sehingga muncul berbagai alternative penyelesaian masalah. Peran leader disini adalah harus memberi perhatian khusus pada pola interaksi dan sikap anggota terhadap satu sama lain dan memberikn motivasi agar dinamika kelompoktetap terbentuk dan menjaga agar tidak terjadi konflik.

c.       Tahap Akhir (closing stage)

Tahap akhir, dikhususkan untuk mengakhiri kelompok yang berisikan tujuan yang disepakati dari awal pertemuan. Selama tahap ini, anggota berbagi apa yang telah mereka pelajari, bagaimana mereka telah berubah dan bagaimana mereka berencama untuk mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari serta anggota memperlihatkan perubahan perilaku yang diharapakan.

      Penutupan hanya akan berarti bahwa kelompok tersebut telah melakukan apa yang yang seharusnya dilakukan. Panjang tahap penutupan akan tergantung pada jenis kelompok, lamanya waktu pertemuan dan perkembangannya. Kebanyakan kelompok hanya membutuhkan satu sesi untuk tahap ini. Peran leader disini adalah membuat kesimpulan dan memberikan suasan netral agar kondisi emosional tidak terbawa.


B.     TIPE – TIPE PSIKOTERAPI

1.      TERAPI KOGNITIF

Menurut Kaplan (1997) terapi kognitif adalah terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan kerjasama aktif pasien dengan ahli terapi untuk mencapai tujuan terapeutik. Terapi ini berorintasi pada masalah sekarang dan pemecahannya. Terapi ini memfokuskan diri pada perubahan pikiran atau pandangan seseorang terhadap masalah yang dihadapinya. Terapi biasanya dilakukan atas dasar individual, walaupun metode kelompok juga digunakan. Terapi kognitif telah diterapkan terutama untuk gangguan depresi (dengan atau tanpa gagasan bunuh diri), tetapi ini juga telah digunakan pada kondisi lain, seperti gangguan panic, gangguan obsesif – komplusif dan gangguan kepribadian paranois serta gangguan somatoform.

Terapi kognitif merupakan suatu perawatan psikologis yang dirancang untuk melatih pasien mengidentifikasi dan mengoreksi pikiran – pikiran negative, sehingga pikiran atau perasaan negative tersebut dapat ditekan. Terapi kognitif menjadi intervensi yang manjur yang bisa digunakan untuk orang yang beresiko tinggi menderita penyakt kejiwaan (Morrison et al., 2004)

1)      Tujuan Terapi Kognitif

a)    Langsung : memperbaiki (menghentikan, mengganti atau mengubah) proses pikir

b)   Tidak langsung : mengurangi sampai dengan menghilangkan perilaku yang menyimpang, meningkatkan perilaku yang produktif, dan meningkatkan kepuasan serta penerimaan diri

2)      Ciri – ciri Umum Terapi Kognitif

Terapi kognitif adalah suatu bentuk terapi jangka pendek yang teraturm yang memberikan dasar berpikir kepada pasien untuk mengertyi masalahnya, memilki kata – kata untuk menyatakan dirinya dan teknik – teknik untuk mengatasi keadaan perasaan yang sulit, serta teknik pemecahan masalah.

a)     Batas waktu :dalam satu minggu maksimal 2x pertemuan

b)     Struktur : tiap pertemuan berlangsung maksimal 1 jam

c) Tingkah laku yang lebih agenda : tiap pertemuan dissusun dengan menggunakan agenda untuk mengoptimalkan penggunaan waktu

d)   Ahistorikal : menyangkut keadaan sekarang tanpa kembali ke masalah lalu yang sudah lama terjadi

e) Metode ilmiah yang dipakai adalah eksperimen, terpinya melibatkan pengumpulan data (masalah, pikiran, sikap), perumusan hipotesis menyusun hasil exsperien dan mengvaluasi hasilnya

f)       Kerja sama : pasien dan terapis bekerja sama untuk memecahan masalah

g)   Aktif dan membimbing : terapis memegang peranan aktif dan membimbing selama penyembuhan. Kadang – kadang bersifat deduktif, tetapi peran utamanya adalah memudahkan perumusan dan pemecahan masalah

h)  Keterbukaan : proses teraputis tidak meliputi hal – hal yang mistik tetapi bersifat jelas dan terbuka. Terpis dan pasien sama - sama mengerti apa yang berlangsung dalam terapi

 

2.      TERAPI KELOMPOK

Terapi kelompok adalah bentuk psikoterapi yang didasarkan pada pembelajaran hubungan interperosonal. Individu yang bermasalah bergabung dalam kelompok dan saling bertukar pikiran dan pengalaman serta mengembangkan pola perilaku yang baru dibimbing oleh terapis yang profesional. Terapi kelompok merupakan bentuk terapi yang melibatkan sati kelompok dari pertemuan yang telah direncanakan oleh seorang terapis yang ahli untuk memfokuskan pada satu atau lebih dalam hal :

·         Kesadaran dan pengertian diri sensiri

·         Memperbaiki hubungan unterpersonal

·         Perubahan tingkah laku

1)      Tujuan Terapi  Kelompok

a)      Tujuan Umum

          • Meningkatkan kemmampuan uji realitas
          • Membentuk sosialisasi
          • Meningkatkan fungsi psikologis : meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional dengan perilaku devensive
          • Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi kognitif dan afektif

b)      Tujuan Khusus

          • Meningkatkan identitas diri
          • Menyalurkan emosi
          • Keterampilan hubungan social

c)      Tujuan Rehabilitatif 

          • Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
          • Sosialisasi di tengah masyarakat
          • Empati 
          • Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan penyelesaian
 
 

2)      Bentuk – bentuk Terapi Kelompok

Terapi kelompok terdiri atas beberapa bentuk, sebagian besar dari jenis – jenis terapi individual yaitu :

a)      Kelompok Eksplorasi Interpersonal

Tujuannya adalah mengembangkan kesadaran diri tentang gaya hubungan interpersonal melalui umpan balik kolektif dari anggota kelompok yang lain. Pasien diterima dan didukung, oleh karena itu untuk meningkatkan harga diri, tipe ini yang paling umum dilakukan

b)      Kelompok Bimbingan-Inspirasi

Kelompok yang terstruktur, kosesif, mendukung, yang meminimalkan pentingnya dan memaksimalkan nilai diskusi dalam kelompok dan persahabatan. Kelompoknya mugkin saja besar, anggota kelompokdipilih seringkalikarena mereka “mempunyai problem yang sama”

c)      Terapi Berorientasi Psikoanalitik

Suatu teknik kelompok dengan struktur longgar terapis melakukan interpretasi tentang konflik yang disadari pasien dan memprosesnya dari observasi interaksi antara anggota kelompok. Sebagian besar terapi kelompok yang sukses tampaknya bergantung lebih pada pengalaman, sensirtivitas, kehangatan, dan kharima pemimpin kelompok dari pada orientasi teori yang dianut.(tomg, 2004)

Berbagai masalah dalam kelompok untuk mengembangkan kepercayaan diri, sensitifitas, danketerampilan sosial. Terdapat penekanan pada hubungan timbal balik antar anggota kelompok yang difasilitasi oleh ahli terapi. Terapi kelompok dapat berlangsung terus menerus atau terbatas waktu.

3)      Proses Pelaksanaan Terapi Kelompok

Proses terapi kelompok menurut Zastrow (1999 : 150 – 151)

a)    Tahap Intake

Terjadi kontrak (persetujuan / komitmen) antara petugas kesehatan dengan klien untuk melakukan kegiatan perubahan tingkah laku melalui kelompok. Selain itu adanya kesadaran baik yang dihasilkan dari pengungkapan masalah oleh klien sensdiri atau berdasarkan penelaahan situasi oleh petugas kesehatan

b)   Tahap Asesmen dan Perencanaan Intervensi

Pemimpin kelompok bersama anggota kelompok mengidentifikasi permasalahan, tujuan kelompok, serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah

c)     Tahap Penyeleksian Anggota

Anggota penyeleksian anggota harus dilakukan terhadap orang-orang yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari struktur kelompok dan keterlibatannya dalam kelompok

d)     Tahap Pengembangan Kelompok

Petugas kesehatan harus memainkan peranan yang aktif dalam mendorong kelompok untuk mencapai tujuan atau harapannya.

 

3.      TERAPI KELUARGA

Keluarga adalah satu kelompok individu yang terkait oleh ikatan perkawinan aau darah, secara khusus mencakup seoarang ayah, ibu dan anak. Sedangkan terapi adalah suatu perlakuan dan oengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi patologi. Menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam kamus Psikologi Famiy Theraphy (terapi keluarga) adalah  suatu bentuk terapi kelompok dimana masalah pokoknya adalah hubungan antara pasien dengan anggota-anggota keluarganya. Oleh sebab itu seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam usaha penyembuhannya. Terapi ini secara khusus memfokuskan pada masalahmasalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraanya melibatkan anggota keluarga.

1)      Tujuan Terapi Keluarga

Tujuan terapi jeluarga oleh para ahli dirumuaskan secara berbeda Bowen menegaskan bahwa tujuan family therapy adalah membantu klien (anggota keluarga) untuk mencapai individualitas, membuat dirinya menjadi hal yang berbeda dari sistem keluarga. Menurut Glick dan Kessler (Goldenberg, 1983) mengemukakan tujuan umum konseling keluarga adalah untuk :

a)      Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota keluarga

b)      Mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi

c)  Memberi pelayanan sebagaimodel dan pendidikan peran tertentu yang ditunjukan kepada anggot kelaurga lainnya.

Secara umum terapi keluarga bertujuan untuk :

a)  Membantu anggota-anggota keluarga belajar dan menghargai secara emosional bahwa dinamika keluarga adalah kait - mengkait di antara anggota keluarga

b)   Untuk membantu anggota keluarga agar menyadari tentang fakta jika satu anggota keluarga bermasalah, maka akan mempengaruhi kepada persepsi, ekspektasi, dan interaksi anggota-anggota lain

c)   Agar tercapai keseimbangan yang membuat pertumbuhan dan peningkatan setiap anggota

d)    Untuk mengembangkan penghargaan penuh sebagai pengaruh dari hubungan parental

2)      Peran Konselor dalam Terapi Keluarga

Peran konselor dalam membantu terapi keluarga dan perkawinan (Weld dan Eriksen, 2006) diantaranya sebagai berikut :

a)    Menciptakan kerjasama antar anggota keluarga

b)  Memberikan kepercayaan dan mendorong klien bahwa setiap orang dalam keluarga memiliki kemampuan dan mengetahui fungsi dan peran serta dapat melakukan yang terbaik buat dirinya dan keluarganya

c)   Membantu klien untuk ikut serta dalam setiap proses konseling agar setiap anggota keluarganya dapat melaksanakan peranya

d)   Membantu keluarga agar memiliki kemampuan dalam mengolah emosi dan mengembangkan kematangan diri setiap anggota keluarga

e)     Membantu memberikan pemahaman sebagai pribadi dan juga sebagai bagian dari keluarga

Sehingga, konselor pada konseling keluarga diharapkan mempunyai kemampuan professional untuk mengak=ntisipasi perilaku keseluruhan keluarga yang terdiri dari berbagai kualitas emosional dan kepribadian.

3)      Bentuk – Bentuk Terapi Keluarga

Kecenderungan pelaksanaan konseling keluarga adalah sebagai berikut :

a)  Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem keluarga. Klien merupakan bagian dari system keluarga, sehingga masalah yang dialami dan pemecahanya tidak dapat mengesampingkan peran keluarga

b)   Berfokus pada saat ini, yaitu apa yang diatasi dalam family therapy adalah masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan saat ini, buakan kehidupan yang masa lampaunya. Oleh karena itu, masalah yang diselesaikan bukan pertumbuhan personal yang bersifat jangka panjang

c)  Dalam kaitanya dengan bentuknya, family therapy dikembangkan dalam berbagai bentuk sebagai pengembangan dari konseling kelompok. Bentuk terapi keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak sebagai bentuk konvensionalnya

d)     Bentuk family therapy disesuaikan dengan keperluanya, namun banyak ahli yang menganjurkan agar anggota keluarga dapat ikut serta dalam konseling. Perubahan pada sistem keluarga dapat dengan mudah diubah jika seluruh anggota keluarga terlibat dalam konseling. Karena mereka tidak hanya berbicara tentang keluarganya tetapi terlibat dalam penyusunan rencana.

4)      Proses dan Tahapan Terapi Keluarga

Tahapan family therapy secara garis besar proses dalam konseling keluarga adalah sebagai berikut :

a)    Pengembangan rapport. Merupakan suasana hubungan konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan dari konseli. Upaya pengembangan rapport ini ditentukan oleh aspek-aspek diri konselor yakni kontak mata, perilaku nonverbal (perilaku attending, bersahabat atau akrab, hangat, luwes, ramah, jujur atau asli, penuh perhatian) dan bahas lisan atau verbal yang baik

b)   Pengembangan apresiasi emosional. Dimana munculnya kemampuan untuk menghargai perasaan masing – masing anggota kelaurga dan keinginan mereka agar masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan semakin besar. Muncul dinamika interaksi dari semua individu yang terlibat dalam konseling

c)  Pengembangan alternative. Dalam tahap ini baik konseli maupun anggota keluarga mengembangkan dan melatihkan perilakuperilaku baru yang disepakati berdasarkan hasil diskusi dalam konseling. Pada tahap ini muncul home assignment, yaitu mempraktikan perilaku baru selama masa 1 minggu (misalnya) di rumah, kemudian akan dilaporkan pada sesi berikutnya untuk dibahas, dievaluasi, dan dilakukan tindakan selanjutnya.

d) Fase membina hubungan konseling. Adanya acceptance, unconditional positive regard, unserstanding, genuine, emphaty. Memperlancar tidakan positif. Terdiri dari eksplorasi, perencanaan atau mengembangkan perencanaan bagi konseli sesuai dengan tujuan untuk memecahkan masalah, kemudian penutup untuk mengevaluasi hasil konseling sampai menutup hubungan konseling.

 

4.      TERAPI HUMANSITIK

Terapi humansitik focus pada pengalaman subjektif klien dan disadari,seperti perilaku, dimana terapi humansitik juga lebih focus pada apa yang dialami oleh klien pada saat ini daripada masa lalu. Tetapi, ada juga persamaan antara terapi psikodinamika dan terapi humanistic. Kesamaan antara keduanya adalah menekankan bahwa peristiwa – peristiwa dan pengalaman – pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan – perasaan individu. Dengan menggunakan terapi humanistic, klien diharapkan mampu lebih focus dalam menjalani kehidupannya yang baru serta menyusun kembali kehidupan untuk hidupya di masa yang akan datang.

Menurut Abraham Maslow, pada dasarnya manusia itu baik dan memiliki dorongan yang tumbuh secara terus – menerus. Hierarki kebutuhan yang dikembangkan oleh Maslow meliputi 5 kategori yang disusun dari kebutuhan yang paling rendah yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelm memebuhi kebutuhan yang paling tinggi. Kelima tingkat kebutuhan tersebut adalah :

a)      Kebutuhan fisiologis : makanan, air, seks, tempat perlindungan

b)   Kebutuhan rasa aman (safety needs): perlingungan terhadap bahaya, ancaman dan jaminan keamanan, perilaku yang menimbulkan ketidakpasrian berhubungan dengan kelanjutan pekerjaan atau yang mereflesikan sikap dan perbedaan

c)   Kebutuhan rasa meiliki dan kasih ssayang (social needs) : memberi dan menerima cinta, persahabatan, kasih sayang, harta milik, pergaulan sera dukungan

d)    Kebutuhan harga diri (Self esteem) : kebutuhan akan prestasi, kecukupan, kebebasan, intinya hal ini merupakan kebutuhan untuk kemandirian atau kebebasan. Status pengakuan, penghargaan dan martabat. Kenbutuhan ini merupakan kebutuhan akan harga diri.

e) Kebutuhan aktualisasi diri (selt actualization) : kebutuhan untuk menyadari kemampuan seseorang untuk kelanjutan pengembangan diri keinginan untuk menjadi lebih dan mampu menjadi manusia yang mampu mengembangkan potensi – potensi yang ada pada dirinya.

Dengan mengacu pada 5 dasar kebutuhan tersebut, konselor berharap kebutuhan tersebut telah dimiliki oleh klien, sehingga tidak terdapat lagi keakutan yang ada pada diri klien dalam menjalani kehidupan yang akan datang.

1)      Konsep – Konsep Utama Terapi Eksistensial Humanistik

Terapi eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Disini pendekatan eksistensial humanistic akan mengembalikan potensi – potensi diri manusia kepada fitrahnya. Pengembangan potensi ini pada dasarnya untuk mengaktualisasikan diri klien dan memberikan kebebasan klien untuk menentukan nasibnya sendiri dan menanamkan pengertian bahwa manusia pada fitrahnya bukanlah hasil pengondisian atau terciptanya bukan karena kebetulan. Manusia memiliki fitrah dan potensi yang perlu dikembangkan, maka pada pembahasan berikut konsep-konsep tentang manusia itu akan diungkap dan dirangkum secara ringkas.

Berikut ini adalah konsep-konsep utama dari pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek terapeutik :

a)      Kesadaran Diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri itu pada seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu

b)      Kebebasan, Tanggung Jawab dan Kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar dari manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindar untuk mati (Nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa ia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi - potensinya

c)      Penciptaan Makna

Manusia berusaha menemukan tujuan hidup dan menciptakan nalai - nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian, manusia lahir ke dunia sendirian dan mati sendirian pula

2)      Fungsi dan Peran Terapis

Dalam pandangan humanistic tugas uama terpais adalah mengeksplorasi persoalan – persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan, dan kekosongan eksistensial serta berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang dimiliknya. Menurut May (1981), Memandang bahwa terapis bukanlah untuk merawat atau mengobati konseli, akan tetapi diantaranya adalah membantu klien agar menyadari tentang apa yang sedang mereka lakukan, dan untuk membantu mereka keluar dari posisi peran sebagai korban dalam hidupnya dalam keberadaanya di dunia.

      Berbeda dengan Frankl (1959) menjabarkan peran terapis bukanlah menyampaikan kepada klien apa makna hidup yang harus diciptakanya, melainkan mengungkapkan bahwa klien bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan. Dengan pandanganya itu Frankl bukan hendak menyebarkan aroma yang pesimistik dari filsafat eksistensial, melainkan mengingatkan bahwa penderitaan manusia (aspek-aspek tragis dan negatif dari hidup) bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu, Frankl juga menekankan bahwa orang-orang bisa menghadapi penderitaan, perasaan berdosa, dan dalam konfrontasi, menentang penderitaan, sehingga mencapai kemenangan. Ketidak bermaknaan dan kehampaan eksisitensial adalah masalah-masalah utama yang harus dihadapi dalam proses terapiutik.

3)      Proses dan Teknik Konseling Eksistensial Humanistik

Teknik utama eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (Pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interprestasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarah pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi).

Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis. Proses konseling oleh para eksistensial meliputi 3 tahap yaitu :

a) Tahap pertama, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka

b)   Tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas

c)     Tahap ketiga, berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta tanggung jawab atas penggunaan kebebasan pribadinya

 

5.      TERAPI BEHAVIORISTIK

Terapi behavior adalah terapi tentang tingkah laku. Sekilas tentang terapi tingkah laku menurut Marquis, terapi tingkah laku adalah suatu teknik yang menerapkan informasi–informasi ilmiah guna menemukan pemecahan masalah yang dihadapi oleh manusia. Jadi tingkah laku berfokus pada bagaimana orang –orang belajar dan kondisi – kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku mereka. Terapi behavior adalah pendekatan yang ada pada konseling dan psikoterapi yang berurusan dengan pengubahan tingkah laku. Terapi behavior adalah teknik yang digunakan pada gangguan tingkah laku yang diperoleh dari cara belajar yang salah, dan karena diubah mi. elalui proses belajar, untuk mendapatkan tingkah laku yang sesuai.

Terapi behavior berbeda dengan sebagian besar pendekatan terapi lainnya. Yang ditandai oleh : (1) pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, (2) kecermatan dan penguraian tujuan - tujuan treatment, (3) perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah, dan (4) penafsiran objektif atas hasil - hasil terapi.

1)      Tujuan Terapi Behavior

Tujuan umum terapi behavior adalah untuk menciptakan suasana baru bagi setiap proses belajarnya. Tujuan adanya konseling behavior sendiri adalah untuk membantu konseli menghilangkan respon – respon atau tingkah laku lama yang merusak dirinya dengan mempelajari yang lebih baik dan sehat. Tujuan terapi behavior adalah untuk memperoleh perilaku baru, menghilangkan perilaku lama yang maladaptif dan juga menjaga perilaku baru yang diinginkannya serta memperkuatnya.

2)      Teknik – Teknik Terapi Behavior

a)      Desensitiasi Sistematik

Teknik ini merupakan perpaduan dari beberapa teknik seperti memikirkan sesuatu, menenangkan diri (relaksasi) dan membayangkan sesuatu. Dalam perlaksanaannya, konselor berusaha untuk menanggulangulangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi oleh konseli. Cara yang digunakan dalam keadaan santai adalah dengan memberikan stimulus yang menimbulkan kecemasan kemudian dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Memasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur

b)      Terapi Impolsif dan Pembelajaran

Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang – ulang. Teknik pembelajaran tidak menggunakan agen pengkondisian balik maupun tingkatan kecemasan. Terapis memunculkan stimulus - stimulus penghasil kecemasan, klien membayangkan situasi, dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien. Menurut teknik ini, jika seseorang secara berulang - ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi - konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan akan tereduksi atau terhapus

c)      Latihan Asertif

Latihan arsetif merupakan teknik yang menitik beratkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan karena tidak sesuai dalam menyatakannya. Latihan asertif ini mengajak konselor untuk berusaha memberikan keberanian kepada klien dalam mengatasi kesulitan terhadap orang lain. Pelaksanaan teknik ini ialah dengan role playing (bermain peranan). Konselor misalnya berperan sebagai atasan yang galak, dan klien sebagai bawahannya. Kemudian dibalik, klien menjadi atasan yang galak dan konselor menjadi bawahan yang mampu dan berani mengatakan sesuatu keberanian. Hal ini memang bertentangan dengan perilaku klien selama ini, dimana jika ia dimarahi atasan diam saja, walaupun dalam hatinya ingin mengatakan bahwa ia benar.

d)     Memberi Contoh (modeling)

Pmberian contoh adalah teknik yang sering digunakan oleh konselor. Dengan pemberian contoh, konseli akan belajar dari tingkah laku orang lain yang menjadi objek. Selain itu, konseli dapat belajar dari sisi negative atau positif dari objek yang dilihatnya.

e)      Home Work

Home work merupakan suatu latihan rumah bagi klien yang kurang mampu menyesuaikan diri terhadap situasi tertentu. Caranya ialah dengan memberi tugas rumah untuk satu minggu. Misalnya tugas klien adalah tidak menjawab jika dimarahi ibu tiri.

3)      Metode – Metode Pengkondisian Operan

Corey juga menambahkan teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristic yang termasuk dalam metode-metode pengondisian operan, antara lain :

a)    Penguatan positif, adalah teknik yang digunakan melalaui pemberian ganjaran segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul

b)   Percontohan (modeling), dalam teknik ini dapat mengamati seseorang yang dijadikan contohnya untuk berperilaku kemudian di perkuat dengan mencontoh tingkahlaku sang model

c)     Token economy, teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku klien

d)    Pembentukan respon, dalam teknik ini tngkah laku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur – unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir

e)     Perkuatan interment, mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, misalnya dengan pujian atau hadiah

f)    Penghapusan, Cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Wolpe menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh.

 

6.      TERAPI PSIKOANALISIS

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia dan metode psikoterapi. Secara historis, psikoanalisis merupakan aliran pertama dari 3 aliran utama psikologi dengan tokohnya adalah Sigmund Freud. Terapi psikoanalisis adalah teknik atau meotode pengobatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara menggali permasalahan dan pengalaman yang direpresnya selama masa kecil serta memunculkan dorongan – dorongan yang tidak disadarinya selama ini.

1)      Konsep – Konsep Utama Terapi Psikoanalisis

a)      Struktur Kepribadian

Dalam teori psikoanalisis, id merupakan sistem kepribadian yang paling dasar yang didalamnya terdapat naluri – naluri bawaan. Id selalu mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan. Tempatnya ada pada alam bawah sadar dan secara langsung berpengaruh terhadap perilaku seseorang tanpa disadari.

Yang selanjutnya adalah ego, ego memiliki kontak dengan dnia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur. Tugas utama ego adalah menjembatani naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Dengan diatur oleh asa kenyataan, ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan pemuasan kebutuhan.

      Yang terakhir ada super ego, super ego adalah suatu system kepribadian yang mengandung nilai – nilai dan aturan – aturan yang digunakan untuk menilai suatu hal yang menunjukkan pada suatu kebenaran dan kesalahan (baik atau buruk). Dengan kata lain, super ego adalah hati nurani. Ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat dan sulitu untuk memisahkannya satu persatu, karena tingkah laku seseorang merupakan hasil pengaruh dari system aspek tersebut.

b)      Dinamika Kepribadian

Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energy psikis itu didistribusikan seta digunakan oleh id, ego dan super ego. Ada 3 macam kecemasan yaitu : kecemasan realitas yang bersumber pada ego, kecemasan neurotis yang bersumber pada id, kecemasan moral yang bersumber pada super ego. Kecemasan relitas yaitu takut terhadap bahaya - bahaya yang datang dari luar individu. Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul apabila insting tidak terkendalikan. Kecemasan moral adalah kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai dalam hati nuraninya

c)      Perkembangan Kepribadian

Freud mengemukakan perkembangan psikoseksual yang merupakan dasar pemahaman terhadap permasalahan yang dialami oleh klien. Dalam pendekatan psikoanalisis terdapat lima fase perkembangan psikoseksual yaitu :

          • Tahun pertama kehidupan fase Oral : pada fase ini mulut merupakan daerah pokok dari aktivitas dinamis
          • Usia 1-3 Frase Anal : Fase ini berpusat pada anal (pembuangan kotoran)
          • Usia 3-6 fase Falik : pada masa ini pusat kenikmatan berpusat pada alat kelamin
          • Usia 6-12 fase Laten : pada masa ini impuls-impuls cenderunguntuk ada dalam keadaan tertekan (tugas-tugas belajar)
          • Usia 12-18 fase Genital : pada fase ini individu mulai tertarik dengan lawan jenis, aktivitas kelompok dan menjadi orang dewasa yang telah disosialisasikan dengan realitas. Lebih fokus pada hubungannya dengan orang lain.

2)      Tujuan Terapi Psikoanalisis

a) Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien

b)     Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak – anak

3)      Fungsi dan Peran Terapis

a)   Terapis membiarkan dirinya anonym serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalmaan sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada terapis

b)      Peran terapis :

          • Membentu klien dalam mencapai kesadaan diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis
          • Membangun hubungan krisis dengan klien, yaitu dengan banyak mendengar dan menafsirkan
          • Terapis memberikan perhatian  khusus pada penolakan – penolakan klien
          • Mendengarkan kesenjangan – kesenjangan dan petentangan – pertentangan pada cerita klien

4)      Teknik Dasar Terapi Psikoanalisis

Terknik – teknik terapi psikoanalisis yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan wawasan intelektual ke dalam perilaku klien, dan memahami makna gejala – gejala yang nampak. Berikut 5 teknik dasar dalam terapi psikoanalisis :

a)      Asosiasi Bebas

Asosiasi bebas adalah teknik yang memberi kebebasan pada klien untuk mengatakan apa saja perasaan, pemikiran dan renungan yang ada dalam pikiran klien tanpa memandang baik buruknya atau logis tidaknya, sehingga klien dapat terbuka dalam mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya

b)      Interpretasi (penafsiran)

Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam analisis asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparansi. Prosedurnya terdiriatas penetapan analisis, penjelasan, dan bahkan mengajar klien tentang makna perilaku yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resisten dan hubungan terapeutik itu sendiri.

c)      Analisis Mimpi

Mimpi dipandang sebagai jalan utama menuju ke alam tak sadar. Karena mimpi juga diartikan sebagai pemuasan yang melambangkan dari keinginan - keinginan dan sebagianbesar isinya mencerminkan pengalaman - pengalaman masa kanak-kanak awal. Dari analisis mimpi tersebut konselor dapat memahami konflik yang dihadapi oleh klien. Teknik ini membuka hal - hal yang tidak disadari dan memberi kesempatan pada klien untuk masalah - masalah yang belum terpecahkan.

d)     Analisis Resistensi

Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, dan perasaan dan pengalaman tertentu. Freud memandang resistensi sebagai suatu dinamika yang tidak disadari yang mendorong seseorang untuk mempertahankan terhadap kecemasan. Hal ini akan timbul bila orang menjadi sadar terhadap dorongan dan perasaan yang tertekan.

e)      Analisis Transferensi

Menurut Freud, setelah pasien mengetahui arti sesungguhnya dari hubungan transferensi dengan konselornya, pasien akan memperoleh pemahaman atas pengalaman - pengalaman dan perasaan masa lalunya, serta menghubungkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan masa lalunya tersebut dengan kesulitan-kesulitan yang dialaminya sekarang. 

 

    Jadi, konseling individu dilakukan secara perorangan guna mengentaskan masalah pribadi konseli itu sendiri. Berbeda dengan konseling kelompok yang dilakukan secara berkelompok dimana terdapat pemimpin dan anggota, dengan syarat anggota kelompok harus memiliki permasalahan yang sama dan jumlah anggotanya harus ideal. Nah, dalam konseling tersebut tentunya terdapat terapi – terapi yang digunakan untuk memecahkan masalah konseli. Terapi – terapi tersebut dapat digunakan sesuai dengan permasalahan yang sedang dihadapai klien sehingga dengan mengetahui permaslahan tersebut, terapi apa yang cocok untuk mengentaskan masalah klien.  


 

 

 

 

 

DAFTAR RUJUKAN

Jacobs, E.E., Masson, R.L., Harvill, R.L. (2009). Group Counseling; strategies and skills. 6th

            edition. Australia: Thompson Brooks/Cole

A’ayunin, Qurrota. (2014). Layanan Konseling Individual.

            Diakses pada: http://etheses.uin-malang.ac.id/788/5/10410023%20Bab%202.pdf

Masfuah. (2012). Konseling Kelompok. Hlm: 15-28

            Di akses pada: http://etheses.uin-malang.ac.id/2122/6/08410135_Bab_2.pdf

Idrus, M Faisal. (2016). Psikoterapi.

Diakses pada: https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/PSIKOTERAPI.pdf

Helmi, Priyono. (2013). Terapi Kognitif Adalah Terapi. Hlm: 11 – 14

Pramudani. Terapi Kelompok.

Diakses pada: https://www.scribd.com/doc/134480041/Terapi-kelompok

Latipun. (2003). Psikologi Konseling. Malang: UMM PRESS. Hlm: 149, 154-155,

Sofyan S, Wills. (2009). Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta. Hlm: 133-138

Ashofa, Nur Hamid. (2019). Terapi Humanstik Untuk Menangani Warga Binaan Sosial Korban

            Kekerasan di Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Laras Yogyakarta. Hlm: 20-21

Corey, Gerald. (1988). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Eresco.

 Hlm: 74, 196, 198

Nugroho, Anggit Fajar. (2018). Teori – Teori Bimbingan Konseling dalam Pendidikan. Vol.2

            No.1. Hlm : 432-438

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MICROSKILL SERTA TAHAP - TAHAP KONSELING DAN PSIKOTERAPI

KONSELING vs PSIKOTERAPI