PERMASALAHAN DASAR DALAM KONSELING DAN PSIKOTERAPI

Assalamu'alaikum semuanya, selamat datang di blog Jembatan  Ilmu Psikologi. Saya Dwi Nur Rahma dari Fakultas Psikologi Untag Surabaya. Artikel ini dibuat sebagai salah satu pemenuhan tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Konseling & Psikoterapi. Dalam artikel ini, akan membahas tetang "Permasalahan Dasar dalam Konseling & Psikoterapi". 

 

 

Teman - teman tahu bukan bahwasannya dalam melaksanakan proses konseling dan psikoterapi, tentunya terdapat factor pendukung dan factor penghambatnya, baik dalam konseling maupun psikoterapi. Lalu yang dimaksud faktor - faktor ini apa ya? yuk simak pembahasan berikut. 

 

FAKTOR PENDUKUNG KEBERHASILAN KONSELING

Menurut Gladding terdapat 5 faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling :

1.      Struktur

Struktur diartikan sebagai karakteristik, kondisi, prosedur, parameter yang disetujui oleh konselor dan konseli. Struktur yang digunakan untuk memperjelas bagaimana hubungan antara keduanya, melindungi hak keduanya, mengarahkan dan menjamin keberhasilan konseling. Struktur ini merupakan suatu kesepakatan yang dilakukan oleh konselor dan konseli selama proses konseling berlangsung dari awal hingga berakhirnya proses, struktur ini dapat berisikan durasi waktu yang disepakati dalam satu kali pertemuan, membatasi perilaku dalam proses konseling supaya tidak terjadi sesuatu yang destruktif, kesepakatan mengenai tujuan akhir, pemberian tanggung jawab kepada konseli untuk menghadapi suatu kebetulan yang spesifik kemudian mengenai waktu dan cara pembayaran selama proses konseling.

2.      Inisiatif

Inisiatif merupakan sikap atau usaha yang dapat memotivasi konseli untuk mempercepat mendapatkan jalan keluar dari suatu permasalahan. Seorang konselor harus membantu meyakinkan dengan cara mengarahkan konseli dalam menghadapi permasalahannya.

3.      Setting Fisik

Setting fisik meliputi suasana yang kondusif. Dalam hal ini, konselor harus harus memiliki keterampilan untuk menyiapkan ruangan yang dapat membuat diri konseli merasa nyaman, aman, tenang dan relax. Keterampilan ini meliputi : pengaturan dekorasi ruangan, pengaturan tempat duduk, dan jarak tempat duduk konseli, letak duduk konseli dan ruang konseling serta dengan memastikan jarak antara ruang kantor konselor dengan ruang konseling, hal ini bertujuan supaya konseli tidak mendengar diskusi antara konselor dengan teman seprofesinya, agar tidak terjadi kesalahpahaman.

4.      Kualitas Konseli

Kualitas konseli mencakup hal – hal yang bekenaan dengan karakteristik dan kesiapannya untuk menjalani proses konseling.  Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status ekonomi konseli akan berpengaru terhadap proses keberhasilan konseling.

5.      Kualitas Konselor

Konselor merupakan pihak yang paling mengetahui arah konseling dan sejauh mana tingkat keberhasilan konseling. Untuk itu konselor harus mempunyai skill dengan baik seperti pendengar yang baik, empati dsb. Guna menyelesaikan tujuan bersama dengan konseli, sehingga keduanya harus memiliki kualitas yang baik.

 

FAKTOR PENGHAMBAT KEBERHASILAN KONSELING

Menurut Yeo, konselor memiliki keterbatasan dalam menjalankan tugas professionlanya yang meliputi:

1.      Pengetahuan dan keterampilan

Konselor seringkali dihadapkan dengan teori tanpa dibekali dengan keterampilan – keterampilan yang khsusus agar dapat bekerja dengan utuh. Hal ini berarti konselor hanya berbekali teori saja tanpa ada praktek secara langsung dilapangan.

2.      Usia dan Pengalaman

Usia dan pengalaman merupakan konseli melihat usia dan pengalaman konselor mempengaruhi klien untuk lebih mantap dalam mengambil keputusan. Karena konselor yang memiliki pengalaman dan cukup umur akan dianggap sebagai orang yang bijak. Jika usia mencukupi tapi pengalaman tidak ada maka, akan konseli akan beranggapan bahwa tidak cukup bisa memecahkan masalahnya. Sebaliknya, jika usia tidak cukup tetapi pengalaman sudah banyak, maka proses konseling akan berjalan sesuai yang diinginkan, bisa saja konselor sudah pernah mendapat permasalahan dengan konflik yang sama disebelumnya.

Bagi konselor pemula, mereka sering menghadapi masalah karena kurang pengalaman. Dalam hal ini sebaiknya konselor pemula tidak pelu merasaka khawatir yang berlebihan, karena ia dapat meminta bantuan kosnselor senior untuk melakukan diskusi. Sehingga konselor akan tetap menanganinya dengan sikap keprofessionalannya.

3.      Emosi

Emosi merupakan karakteristik pribadi yang relative menetap pada diri individu. Kemungkinan besar seorang konseli yang melakukan konseling emosinya berbagai macam. Untuk itu perlunya konselor mengendalikan emosinya, karena jika emosi konselor stabil, proses konseling akan berjalan sebagaimana mestiya.

4.      Kebudayaan, Bahasa dan Agama

Konselor belum sepenuhnya memahami budaya, bahasa atau agama konseli. Hal ini akan menjadi keterbatasan gerakan yang dilakukan konselor dalam proses konseling. Karena budaya, bahasa dan agama seorang konseli berbagai macam perbedaan dan konselor kesusahan untuk memahami itu, jika konselor salah ucap atau salah berperilaku maka dikhawatirkan akan menyinggung perasaan konseli. Sehingga, jika hal ini akan menjadi penghambat proses konseling maka, perlu adanya informed consent atau lembar persetujuan sebelum dilakukan konseling. Di lembar tersebut akan berisikan riwayat konseli. 

 

PERMASALAHAN YANG MEMPENGARUHI PROSES KONSELING

Menurut Cavanag (1982) & Lesmana (2006), terdapat 7 permasalahan yang dapat menghambat hubungan konseling diantaranya :

1.      Kebosanan

Konselor yang sudah melakukan konseling berulang kali atau memiliki jam terbang yang tinggi berpotensi merasakan kebosanan saat proses konseling. Berbeda dengan konselor  pemula, konselor pemula jarang sekali mengalami kebosanan karena hal tersebut merupakan sifat yang baru dari pekerjaan mereka. Setiap saat mereka bertemu dengan orang – orang yang mempunyai masalah yang berbeda dan mencoba keterampilan dan tanggung jawab sebagai seorang konselor.

2.      Hostilitas

Hostilitas dapat mengacu pada fenomena psikis yang memaksakan orang lain bertindak dan berbuat menurut cara yang diharapkan membenarkan system konstruk orang lain (Mappaire, 2006). Konselor merasa dirinya orang yang baik karena sudah membantu orang lain dan konselor mengharap akan dihargai karena hal ini. Tetapi konseli dalam konseling mempunyai hostilitas terpendam yang harus diurai terlebih dahulu sebelum bisa melangkah maju. Konseli sering mengekspresikan hostilitasnya kepada konselor. Seperti hostilitas muncul sebagai upaya menutupi ketakutan konseli yang mendalam terhadap proses konseling atau hostilitas juga dapat muncul karena konselor hanya melihat satu sisi saja dari konseli.

Sehingga konselor sebaiknya mamaklumi bahwa hal ini sering terjadi dalam poses konseling. Untuk itu knselor harus menguraikan apa yang melatarbelakagi suatu hostilitas bisa terjadi. Konselor juga harus mewaspadai kemungkinan yang menyebabkan ia menumpahkan hostilitasnya kepada konselinya.

3.      Distansi Emosional

Konselor yang memiliki kesenjangan secara emosional tidak dapat masuk ke dalam diri konseli. Ia tidak dapat menyatukan dirinya dengan pikiran, perasaan dan persepsi konseli sehingga  konselor tidak dapat memahami konseli dengan benar.

4.      Kesalahan – kesalahan Konselor

Semua konselor pasti pernah melakukan kesalahan, ini juga menjadi salah satu penyebab konseling menjadi terhambat. Kesalahan penafsiran, kesalahan dalam menentukan arahan, kesalahan dalam memahamui berbagai perasaan konseli merupakan beberapa kesalahan yang mungkin terjadi. Kemudian konselor yang tidak tegas danterlalumenuruti konselinya, dapat menyebabkan permasalahan menjadi berlarut – larut dan tidak cepat terselesaikan. Kesalahan yang terjadi harus disadari dan dijadikan sebuah pembelajaran bagi konselor.

Konselor yang efektiv mengakui kesalahannya karena pertama, konselor jujur, dan kejujuran menuntuk untuk mengakui kesalahan. Kedua, orang yang terlibat dalam konseling (konselor maupun konseli) harus sama sama memahami jika terjadi kesalahan, pemahaman dilanjutkan dengan menganalisa siapa yang mebuat kesalahan itu, analisa kesalahan ini bertujuan untuk mengkoreksi dan melakukan perbaikan sehingga kesalahan yang sama bisa dihindari. Ketiga, konselor mengakui kesalahannya sebagai cara untuk mengajari konseli bahwa, kesalahan bisa di terima dan pentingnya untuk mengakui kesalahan itu kepada orang lain. Yang terkahir, konselor tahu bahwa konseli mengetahui konselor telah berbuat satu kesalahan sehingga konseli menungggu konselornya unttuk merasa nyaman dan mengakui kesalahan tersebut.

5.      Kelekatan Emosional

Konselor atau konseli bergantung pada satu sama lain dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar yang terpenuhi dalam hubungan semacam ini merupakan  kebutuhan untuk merasa aman, untuk menerima dan memberi cinta, untuk dikagumi dan dibutuhkan (Lesmana, 2006). Kelekatan ini mengacu pada suatu relasi antara konselor dan konseli yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain. Beberapa perilaku konselor yang lekat emosional adalah :

    • Memperpanjang sesi. Konselor sangat berharap bertemu dengan koseli karena ikatan mereka sama – sama erat. 
    • Iri terhadap hubungan dekat konseli dengan orang lain

Bila terjadi kelekatan emosional seperti ini, seharusnya konselor harus menahan diri dimana konselor seharusnya membantu konseli untuk membuat keputusan yang menguntungkan konseli.

6.      Penderitaan

Penderitaan yang dimaksud disini lebih kepada suasana batin yang tercipta. Penderitaan dapat dirasakan oleh konselor maupun konseli .Misalnya, konselor bisa menyebabkan penderitaan pada konseli ketika konselor mendorong konseli untuk berkembang, padahal konseli memiliki keinginan besar untuk menetap pada suatu keadaan atau bahkan mundur. Contoh lain, konseli bisa menyebabkan penderitaan pada konselor ketika konselor merasa frustasi dengan keadaan proses konseling yang tidak dapat menunjukan progresifitas yang memuaskan di mata konselor.

7.      Burnout

Burnout merupakan suasana kepadaman gairah kerja atau stress kerja. Burnout ini dapat dipicu karena terlalu lama seing, panjang suatu proses konseling dan atau kekecewaan yang timbul dari pihak yang terlibat dalam konseling. Untuk mempertahankan pendekatan yang sehat, maka konselor harus menjalin hubungan yang harmonis, selaras dan seimbang diantara kondelor dan konseli, kemudian melakukan latihan – latihan untuk mengurangi stress. Konselor terus dihadapkan dengan emosional yang tinggi pada diri konseli. Penderitaan konseli juga menjadi penderitaannya, tapi disisi lain konselor juga harus mempertahankan sikap professionalnya.

 

FAKTOR PENDUKUNG KEBERHASILAN PSIKOTERAPI 

Dalam psikoterapi terdapat beberapa faktor pendukung keberhasilan supaya proses psikoterapi berjalan dengan lancar, diantaranya : 

1.      Tujuan yang Ingin Dicapai

Proses psikoterapis harus memiliki tujuan yang jelas mengapa psikoterapi itu dilakukan, mengapa psikoterapi itu dilaksanakan. Psikoterapis juga harus memahami permasalahan pasien dan  perubahan seperti apa yang ingin dicapai. Oleh karena itu, pada awal proses psikoterapi biasanya dilakukan assessment sebagai pengantar ke step berikutnya.

2.      Kemauan Klien untuk Berubah

Keberhasilan psikoterapis sangat bergantung pada hal ini. Karena proses psikoterapis sifatnya tidak boleh dipaksakan. Apabila seorang pasien menjalani psikoterapi hanya karena paksaan dari pihak luar (seperti, lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, lingkungan pekrjaan) tidak berasal dari keinginannya sendiri, maka hasil yang didapatkan dari psikoterapi tidak maksimal karena tidak didukung oleh kemauan dari pasien untuk berubah.

3.      Pengalaman dan Keterampilan Psikoterapis

Psikoterapis yang baik harus terampil mengaplikasikan ilmu ang dimilikinya selama proses psikoterapi. Kemudian akan lebih baik lagi apabila ditambah dengan jam terbang yang cukup dalam menangani pasien. Seorang psikoterapis dituntut untuk dapat memahami dasar psikologi, psikopatologi, dan cara kerja pikiran manusia.

4.      Keterbukaan Klien kepada Psikoterapis

Pasien diharapkan untuk dapat terbuka kepada psikoterapis, menceritakan permasalahan sedetail mungkin, selengkap mungkin apa yang terjadi sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini akan mendukung data yang dimiliki psikoterapis, sehingga pasien mendapat pelakuan atau terapi yang tepat guna sesuai dengan data yang diperoleh psikoterapis. Lalu bagaimana jika klien tidak terbuka? Maka psikoterapis harus melakukan klarifiaksi dulu dengan pasien, harus menyadarkan pasien mengapa terapi ini dilakukan untuknya.

5.      Metode yang digunakan

Metode yang terdapat pada psikoterapis sangatlah variatif, psikoterapis diharapkan dapat menyesuaikann metode yang digunakan dengan keluhan pasien. Metode yang digunakan menjadi factor pendukung keberhasilan dalam psikoterapi. Karena dengan adanya metode, akan membantu psikoterapis dalam melaksanakan penyembuhan kepada pasien dan mencapai tujuannya.  

 

FAKTOR PENGHAMBAT KEBERHASILAN PSIKOTERAPI 

Terdapat beberapa faktor - faktor penghambat keberhasilan dalam psikoterapi, diantaranya :

1.   Usia, Banyak ahli analisis percaya bahwa sebagian besar orang dewasa yang berusia 40 tahun keatas tidak memiliki fleksibilitas yang cukup untuk perubahan. Tetapi yang lebih penting daripada usia pasien adalah kapasitas pasien individual untuk introspeksi secara bijaksana dan keinginan untuk berubah.

2.    Analisis dengan sifat hubungan teman, saudara, dan kenalan dikontraindikasikan karena mengganggu transferensi dan objektivitas ahli analisis. Maksud dari dikontraindikasikan ini merupakan suatu kondisi yang digunakan sebagai alasan untuk mencegah tindakan tertentu. Ketika psikoterapis memiliki hubungan dengan pasien, baik hubungan teman atau saudara maka, proses analisis akan mempengaruhi pikiran dan perasaan terhadap diri analis sehingga akan berpengaruh terhadap penilaian karena mereka memiliki hubungan dekat.

3.   Kesalahan pemilihan metode yang digunakan dalam psikoterapi dapat menghambat keberhasilan psikoterapi karena tidak didapatkannya hasil baik yang signifikan. Factor ini bisa jadi dimulai ketika pasien tidak terbuka dengan psikoterapis. Sehingga kesalahan dalam pemilihan metode yang dilakukan psikoteapis terjadi akibatnya tujuan dari psikoterapi tidak tercapai.

4.   Psikoterapis tidak terampil dalam menerapkan teknik dan metode penanganan fungsi – fungsi mental pasien. Ketika psikoterapis tidak cekap dalam menggunakan teknik dan metode dalam psikoterapi, khususnya mengenai penangangan fungsi mental, hal ini akan membuat penghambatan dalam psikoterapi.

5.    Rasa takut yang dimiliki pasien saat psikoterapi. Rasa takut yang dialami pasien berasal dari permasalahan yang sedang menimpanya. Rasa takut ini juga bisa berasal dari pasien itu sendiri karena tidak terbuka dengan psikoterapis atau sedang menyembunyikan rahasianya. Hal ini akan membuat kesulitan psikoterapis dalam melakukan penyembuhan.  

 

Jadi, dalam konseling dan psikoterapi tidak selalu berjalan secara mulus. Karena tentu terdapat permasalahan atau rintangan selama proses konseling dan psikoterapis sedang berlangsung. Baik factor pendukung atau penghambat tersebut berasal dari diri konselor atau psikoterapis itu sendiri atau bahkan dari konseli atau pasien tersebut. Sebagai seorang konselor dan psikoterapis tentunya dalam menjalankan profesinya, pasti menemukan berbagai jenis tantangan dalam menghadapi klien atau pasien. Hal tersebut merupakan tantangan bagi mereka, bagaimana permasalahan tersebut mendapat penanganan dengan tepat. Konselor dan psikoterapis harus menumbuhkan insight terhadap pengetahuan diri klien, apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat diri klien tidak menyadari apa yang dilakukan benar atau salah. Sehingga fungsi yang esensial dari konseling atau psikoterapis ini adalah memberikan umpan balik yang jujur dan langsung terhadap kedua belah pihak, dalam dilakukanya konseling maupun psikoterapi, serta menjalin hubungan yang baik terhadap kedua belah pihak.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TINJAUAN PUSTAKA :

 

Corey. G. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : Refika Aditama

Mulawarman, Eem Munawaroh, Psikologi Konseling: Sebuah Pengantar bagi Konselor Pendidikan. Universitas Negeri Semarang     

Permasalahan yang Muncul dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Instansi Pendidikan. 2014. Diakses pada 15 November 2020

Istiqomah. Nurul. Faktor Penghambat dan Pendukung Keberhasilan Konseling dan Psikoterapi. 2020. Diakses pada 15 November 2020.

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MICROSKILL SERTA TAHAP - TAHAP KONSELING DAN PSIKOTERAPI

KONSELING vs PSIKOTERAPI

TIPE - TIPE KONSELING DAN PSIKOTERAPI